Seorang penulis baru seringkali tidak bisa memasarkan karya tulisnya. Akhirnya, buku yang dituliskannya dibagikan saja gratis kepada teman-temannya. Kalau semua penulis seperti ini baik sekali, apalagi kalau dia punya banyak uang. Bagi-bagi buku yang dituliskannya tidak menjadi masalah. Sebab tujuan menulis buku bukan untuk jualan, tapi untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman. Kalau anda sudah kaya tak apalah.
Beda halnya dengan penulis yang baru membangun karirnya dalam dunia tulis menulis. Buku yang dituliskannya bukan dari modal sendiri, tapi diterbitkan oleh penerbit. Ketergantungannya pada penerbit seringkali membuat penulis malas menjual bukunya sendiri secara langsung. Penulis terlalu berharap pada royalti buku yang hanya 10 % dari penjualan bukunya. Bila bukunya tak laku, maka akan semakin sedikit royalti buku yang diterimanya setahun sekali.
Seharusnya, penulis yang baru menerbitkan buku ikut memasarkan bukunya secara langsung. Jangan pasrahkan penjualan bukumu kepada penerbit. Penulis buku terkenal seperti Ahmad Fuadi, beliau ikut memasarkan bukunya secara langsung. Tak heran bila negeri 5 menara menjadi buku best seller. Selain buku fiksi ditulis dari hasil riset, juga dijual di toko buku terkenal dan diterbitkan oleh penerbit mayor.
Alasan tidak bisa jualan menjadi alasan klise bagi para penulis pemula. Mereka sudah menganggap dirinya tidak punya jiwa seorang entrepreneur atau pengusaha. Kurang percaya diri membuat bukunya menjadi tersembunyi dari pembaca. Kurang bisa berdagang membuat bukunya tidak dipandang. Padahal buku dibuat untuk dibaca oleh orang lain. Semakin banyak yang membaca, maka semakin bagus. Penulis menjadi semakin terkenal dan dikenal namanya oleh pembaca. Bukunya selalu ditunggu karena isinya yang bermutu.
Seringkali penulis baru menuduh dirinya sendiri bahwa karya tulisnya kurang tepat sasaran pembaca. Padahal tidak demikian persoalannya. Seorang penulis semestinya tahu untuk siapa buku itu diterbitkan. Apakah untuk umum, untuk guru, siswa, atau orang tua siswa? Semua itu akan terjawab dengan sendirinya dari judul dan isi buku yang dibuat. Penulis harus menentukan sasaran pembaca buku yang dituliskannya. Perlu diingat bahwa sasaran buku pelajaran sangat berbeda dengan buku motivasi.
Sasaran pembaca itu penting dalam memasarkan buku kita. Penulis harus tahu keunggulan bukunya dari buku-buku sejenis. Bila itu diketahui akan membantu seorang penulis dalam memasarkan hasil karyanya. Kelebihan-kelebihan itu sebaiknya diketahui pembaca lewat sinopsis buku yang biasanya diletakkan di bagian belakang cover buku. Sinopsis buku akan menjadi daya tarik seorang pembaca untuk memutuskan membeli atau tidak membeli buku. Judul buku dan disain cover buku yang menggoda juga akan menambah daya tarik pembaca.
Pengalaman saya bersama pak Dedi Dwitagama dalam menulis dan menerbitkan buku mengenal penelitian tindakan kelas adalah kami membuat kelebihan-kelebihan buku. Antara lain ada gambar komik dan contoh-contoh PTK guru yang sudah menang di tingkat nasional dari jenjang TK, SD, SMP, SMA, dan SMK. Kelebihan-kelebihan itulah yang akhirnya mengantarkan kami berdua keliling Indonesia dan dianggap pakar dalam bidang ilmu Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Kamipun dapat lebih menjelaskan isi buku yang terkadang belum sempat dituliskan secara panjang lebar.
Selain itu, seringkali penulis baru selalu menyalahkan dirinya sendiri. Merasa tidak mempunyai link ke toko buku terkenal, atau merasa diri kurang mampu memasarkan bukunya di toko buku terkenal seperti toko buku gramedia yang ada di seluruh Indonesia. Perasaan-perasaan seperti itu menjadi mental “Blok” yang akhirnya membuat mereka menjadi minder sendiri. Mereka menjadi takut dengan dirinya sendiri. Perasaan takut ini akan membuat bukunya semakin tidak dikenal.
Penulis baru juga merasakan bahwa bukunya kurang menjual karena lemahnya promosi buku. Padahal buku itu bisa diketahui publik kalau penulisnya rajin mempublikasikan karyanya di media sosial. Tak harus di media cetak yang berbayar, kita bisa mengenalkan buku yang diterbitkan dengan cara mengajak kawan lain membuat resensi bukunya. Atau membuat lomba menulis yang berhadiah buku yang kita tulis. Terkang kuis-kuis yang menarik melalui status facebook kita akan membuat kawan-kawan anda di facebook tergoda untuk membaca.
Sebenarnya ada beberapa cara mempromosikan buku. Bila buku anda diterbitkan oleh penerbit mayor, maka promosi buku akan dibantu oleh bagian marketing penerbit buku. Tapi bila anda menerbitkan buku melalui penerbit minor, maka anda perlu ekstra keras memasarkan bukunya melalui beberapa event kegiatan. Bisa lewat seminar atau workshop yang diselenggarakan oleh anda sendiri atau oleh event organizer.
Berusahalah untuk menciptakan panggung anda sendiri bila anda belum pernah dipanggil oleh orang lain. Di sini memang dibutuhkan tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Anda pun harus menguasai public speaking yang memukau sehingga membuat orang lain tertarik dengan buku yang anda tuliskan. Contohnya adalah buku Ice Breaking karya kak Kusumo yang menjadi best seller karena beliau rajin menjual bukunya melalui berbagai event kegiatannya di seluruh Indonesia.
Judul buku yang menjual terkadang menggoda pembaca untuk membeli buku. Oleh karena itu, saya selalu mempersilahkan penerbit untuk mengubah judul buku sesuai dengan pengalaman penerbit. Mereka jauh lebih pengalaman memasarkan buku, selain juga supaya judul buku tidak sama dengan judul buku lainnya. Itulah mengapa setiap buku ada nomor ISBN, Internasional Standart Book Number.
Bagi mereka yang menjadikan profesi menulis buku adalah sebuah pekerjaan utama, maka kemampuan berdagang atau menjual buku harus dimilikinya. Kecuali menulis buku bukan pekerjaan utamanya. Keberanian diri dalam memasarkan buku biasanya dialami dari pengalaman nyata ketika mereka belajar menjual sendiri buku-bukunya. Gagal sudah biasa, dan mereka akan terus cari akal agar bukunya bisa diterima oleh pembaca. Buang jauh-jauh dalam diri merasa kurang pede, kurang bisa dagang, kurang bisa mempromosikan buku dan sederet alasan yang membuat kita akhirnya tak mampu memasarkan buku yang ditulis sendiri. Lebih baik gagal setelah mencoba daripada menyerah kalah sebelum mencoba.
Jadi, saran saya sebagai penulis buku yang ikut memasarkan buku yang saya tulis sendiri adalah beranikan diri untuk memasarkan buku yang kita terbitkan. Jangan bergantung kepada penerbit dengan royalti buku yang hanya setahun sekali anda dapatkan. Coba raih penjualan langsung dari buku. Sebab menjual buku secara langsung jauh lebih besar dari mengharapkan royalti buku. Usahakan buku yang kamu terbitkan bisa mencapai angka 5000 buku.
Gunakan falsafah hidup banyak memberi akan banyak menerima. Promosikan bukumu kepada mereka yang mau membuat resensi bukunya, dan pastikan mereka mau menyebarkannya di internet. Dengan begitu, anda memiliki tenaga pemasaran yang tidak perlu digaji. Mereka senang dan anda pun senang. Kita semua senang karena saling mempromosikan buku-buku yang ditulis.
Selamat memasarkan buku yang anda terbitkan dan terbitkan bukumu sebelum ajal menjemput!
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.