Penelitian Kuantitatif

Pengaruh Tehnik Pembelajaran Kreatif dan Kemampuan Penalaran Terhadap Hasil Belajar Siswa SMP 
The Effects Of CreatiVE Intructional Techniques And LogicaL Thinking Ability On Students Process Skills In Science 
oleh : Ahmad Sopyan
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang (UNNES)  

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk menentukan pengaruh tehnik pembelajaran, kemampuan penalaran dan hubungan antara kedua variabel terhadap penguasaan keterampilan proses IPA. Penelitian dilakukan secara experimen pada SLTP di Tasikmalaya dengan sampel berjumlah 94 siswa yang dipilih secara acak. Hasil yang diperoleh sebagai berikut: (1) Penerapan tehnik pembelajaran kreatif divergen memberikan hasil keterampilan proses yang lebih baik dalam IPA ( CD = 28.14 ) dibandingkan dengan tehnik pembelajaran kreatif konvergen ( AK = 26.60) ( Fo = 11.67 > Ft  = 3.92 ). (2) ada interaksi antara teknik pembelajaran dan kemampuan penalaran yang memberikan pengaruh yang berbeda terhadap keterampilan proses IPA (3) untuk siswa yang berpenalaran formal, tehnik pembelajaran kreatif divergen yang menghasilkan perbedaan prestasi yang tidak signifikan dibandingkan dengan aktif divergen (Fo = 2.28 < F’ = 8.04), (4) untuk siswa yang kemampuan penalaran pada oprasi konkrit, tehnik pembelajaran kreatif divergen memberikan prestasi yang lebih baik ( CD = 29.39) dibanding dengan aktif konvergen ( AC = 24.33) (Fo = 28.76 > F’ = 8.04). Kata kunci: Tehnik pembelajaran kreatif, kemampuan penalaran, dan  keterampilan proses dalam IPA

Abstract

 The aims of this research were to determine the effects of instructional techniques, logical thinking ability and the interaction of both variables on students process skills in science. The research was conducted in a goverment junior high school in Tasikmalaya with a simple of n = 94 selected randomly.           The results obtained were as follows: (1) The application of the creative-divergent instructional technique gives a better process skills in science ( CD = 28.14 ) compared to that of the active-convergent one ( AK = 26.60) ( Fo = 11.67 > Ft  = 3.92 ). (2) There is an interaction between  instructional  technique and logical thinking ability which exert differences on students’ process skills in science   (Fo=20.73  > Ft=3.92).  Further analysis using the Scheffe’s test revealed that (3) for students having a formal logical thinking ability, the creative divergent instructional technique resulted in a non-significant difference of achievement compared to the active-convergent one (Fo = 2.28 < F’ = 8.04), (4) for students having concrete operational logical thinking ability, the creative-divergent instruc-tional technique give a better achievement ( CD = 29.39) compared to active-convergent one ( AC = 24.33) (Fo = 28.76 > F’ = 8.04).

Key words: Creative instructional techniques, logical thinking ability, and the process skill in science

  


PENDAHULUAN

       Faktor penting dalam penguasaan teknologi adalah sumber daya manusia yang dikembangkan melalui pendidikan. Karena itu pendidikan sebaiknya berisikan program yang diarahkan untuk menyiapkan anak didik agar mampu menyerap teknologi yang selalu berubah. Program pendidikan terarah mendidik siswa selalu siap dengan perubahan-perubahan. Untuk membina fleksibilitas  ini maka perlu ditingkatkan kemampuan berpikir logis, kritis, berinisiatif, dan kreatif. Kesadaran dan skebijakan pentingnya pengembangan berpikir kreatif menjadi modal dasar untuk   melakukan inovasi  pada pendidikan IPA. Pengembangan kreativitas pada pendidikan IPA telah diterapkan dalam bentuk “Keterampilan Proses”, sesuai dengan definisi kreativitas oleh Torrence (1988). Conny Semiawan (1989) menyatakan bahwa pengembangan kreativitas anak didik dapat terlaksana jika dalam pembelajaran diterapkan keterampilan proses.

            Mengkaji tujuan pengajaran IPA untuk SD, SLTP, dan SMU, baik pada kurikulum  1975, 1984, maupun 1994, terlihat bahwa upaya menerapkan pendekatan keterampilan proses atau mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan metode ilmiah telah dilakukan sedini mungkin, dan secara berkelanjutan, serta telah berlangsung selama dua puluh tahun.  Namun lamanya waktu yang telah dilewatkan sejak pencanangan pelaksanaan pendekatan keterampilan proses, tidak menjamin tercapainya keberhasilan yang diharapkan. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan Muhamad Nur (1993) dan Ratna Wilis Dahar (1985) menunjukkan bahwa penguasaan siswa terhadap keterampilan proses belum utuh. Penerapan pendekatan keterampilan proses yang dilaksanakan sejak kurikulum 1975, 1984, sampai 1994, belum dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa terhadap pelajaran IPA seperti diharapkan.             Penerapan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran IPA tampaknya bukan sekedar masalah teknis metodologis saja, melainkan berkaitan dengan masalah yang lebih mendasar  yaitu sosial budaya dengan lebih khusus faktor psikologis anak. Karena itu perlu kiranya dilakukan inovasi dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan minat dan motivasi siswa terhadap IPA dengan mengembangkan tidak hanya berpikir logis dan analitis namun juga inisiatif dan kreatif.  

Rumusan Masalah    

Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: (1) Secara keseluruhan, apakah ada perbedaan hasil belajar berupa keterampilan proses IPA antara siswa SLTP yang diajar dengan Teknik Pembelajaran Kreatif divergen dan mereka yang diajar dengan Teknik Pembelajaran Aktif konvergen?, (2) Apakah terdapat interaksi antara Teknik Pembelajaran dengan Kemampuan penalaran yang memberikan perbedaan pengaruh terhadap hasil  belajar IPA siswa SLTP?, (3) Untuk siswa yang berpenalaran operasi formal, apakah hasil belajar IPA siswa yang diajar dengan Teknik Pembelajaran Aktif konvergen lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan Teknik Pembelajaran Kreatif divergen?, (4)  Untuk siswa yang berpenalaran operasi konkrit, apakah hasil belajar IPA siswa yang diajar dengan Teknik Pembelajaran Kreatif divergen lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan Teknik Pembelajaran Aktif konvergen?

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar antara siswa SLTP yang diajar dengan tehnik pembelajaran kreatif divergen dengan tehnik pembelajaran aktif konvergen. (2) untuk mengetahui apakah ada interaksi antara teknik pembelajran kreatif dan kemampuan penalaran terhadap keterampilan proses IPA ManfaatPenelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pelaksanaan pengembangan pembelajaran IPA untuk menumbuhkembangkan keterampilan proses dan dapat menjadi dasar dalam mengembangkan model-model pembelajaran yang berbasis keterampilan ilmiah 

Hipotesis 

           Berdasarkan diskripsi teoritis,  dan  kerangka  berpikir yang telah disajikan, maka hipotesis  penelitian  dirumuskan sebagai berikut: (1) secara keseluruhan hasil belajar berupa keterampilan proses IPA pada  siswa  yang  belajar dengan teknik kreatif-divergen lebih baik daripada siswa yang  belajar dengan teknik aktif-konvergen, (2) ada interaksi antara Teknik Pembelajaran Kreatif dan Kemampuan Penalaran terhadap hasil belajar siswa, berupa penguasaan keterampilan proses IPA, (3) bagi  siswa  berpenalaran  formal,  hasil belajar berupa keterampilan proses IPA pada  siswa  yang  belajar dengan teknik aktif-konvergen lebih baik dari-pada siswa yang  belajar dengan teknik kreatif-divergen, (4) bagi  siswa  berpenalaran konkrit,  hasil belajar berupa keterampilan proses IPA pada  siswa  yang  belajar dengan teknik kreatif-divergen lebih baik daripada siswa yang  belajar dengan teknik aktif-konvergen.  

METODOLOGI PENELITIAN

            Populasi dari penelitian ini adalah, siswa kelas 2 SLTP  Negeri 9 Tasikmalaya. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara berkelom-pok (cluster Sampling). Pertama pengacakan dilakukan terhadap sekolah tempat penelitian dilaksanakan. Pengacakan kedua dilakukan pada kelas yang digunakan untuk pelaksanaan perlakuan.  Satu kelas dilakukan perlakuan berupa pengajaran IPA dengan teknik pembe-lajaran kreatif-divergen, dan satu kelas lagi pengajaran IPA dengan teknik pembelajaran aktif-konvergen.

            Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yang dilaksanakan dengan menggunakan rancangan faktorial 2×2, dengan variabel-variabel bebas adalah  teknik pembelajaran dan kemampuan penalaran  siswa. Variabel terikat adalah hasil belajar berupa penguasaan keterampilan proses IPA.

            Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari dua buah instrumen, yaitu (1) Tes Hasil Belajar berupa kemampuan keterampilan proses IPA. Uji validitas isi dilakukan dengan mengacu kepada Kurikulum Pendidikan Dasar Tahun 1994 bidang Studi IPA. Penghitungan koefesien reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Kuder Richardson (KR-20) dengan hasil koefesien reliabilitas 0,71, dan (2) instrumen kedua berupa tes kemampuan penalaran Formal Siswa. Instrumen ini dikembangkan oleh Tobin & Capie (1991). Instrumen ini telah diuji kembali reliabilitasnya dengan menggunakan KR-20, dan menghasilkan r = 0,48 dan digunakan untuk memilah siswa ke dalam dua kelompok yaitu kelompok siswa berkemampuan penalaran formal, dan siswa berkemampuan penalaran konkrit. Teknik analisis data yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah ANAVA 2-jalan yang dilanjutkan dengan uji perbandingan ganda teknik Scheffé.

  

HASIL PENELITIAN DAN Pembahasan

Tabel 1  : Deskripsi Data Hasil Belajar

                 

Sumberstatistik  A-1  A-2  å
 B-1 ns 2026,403,21 1628,183,31 3627,193,33
 B-2  ns 2829,392,88 3024,334,25 5826,704,43
 å ns 4828,143,34 4625,604,33 9426,943,63

Keterangan:

A-1           = Kelompok siswa yang belajar IPA dengan teknik pembelajaran kreatif-divergen
A-2 = Kelompok siswa yang belajar IPA dengan teknik pembelajaran aktif-konvergen
B-1 =  Kelompok siswa berkemampuan pena-laran formal
B-2 =  Kelompok siswa berkemam-puan pena-laran konkrit
n =  Banyak sampel pada setiap kelompok
=  Rata-rata skor hasil belajar
s =  Standar deviasi

   

Pengujian hipotesis

            Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan teknik analisis varian dua jalan, dan kemudian dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Scheffé.  Hasil analisis varians disajikan pada tabel 2.    

Tabel 2. Daftar Anava Skor Hasil  Belajar  IPA

Sumber varians Jumlah kuadrat   ( KJ )    ( dk ) rata-ratakuadrat(MK) FHitung FTabel(a 5%)
Antar kolom(Tek. Pemb.)      63,74  1     63,74                             5,16*     3,92
Kolom dan baris(interaksi)    274,00  1    274,00   22,20ns     3,92
Dalam kelompok 1110,58 90     12,33    
Total 1453,02 93      

 * signifikanns non signifikan  Perbedaan hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan Teknik Kreatif-divergen dengan Teknik aktif-konvergen.

Hasil perhitungan menunjuk-kan bahwa  Fo =  5,16  >  Ft  = 3,92  ini berarti  hipotesis nol pertama ditolak. Kesimpulan, secara keselu-ruhan terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang belajar dengan teknik kreatif-divergen dengan kelompok siswa yang belajar dengan teknik aktif-konvergen.

Ditinjau dari besarnya angka rata-rata skor hasil belajar IPA  siswa yang belajar dengan teknik kreatif-divergen  lebih besar ( A1 = 28,14) dibanding dengan siswa yang belajar dengan teknik aktif-konvergen ( A2  = 25 ,60).

Untuk meyakinkan hal ini maka dilakukan uji lanjut dengan cara Scheffe, ternyata hasilnya menunjukkan bahwa perbedaan angka tersebut signifikan. Dengan demikian hipotesis penelitian yang menyatakan, bahwa hasil belajar IPA berupa penguasaan keterampilan proses pada siswa yang belajar dengan teknik kreatif-divergen lebih baik daripada siswa yang belajar dengan teknik  aktif, teruji kebenaranya

  Interaksi antara teknik pembelajaran dan kemampuan penalaran terhadap hasil belajar IPA siswa SLTP

            Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan pada tabel 2 bahwa  pada taraf kepercayaan  a = 0,05 harga F hitung lebih besar daripada F tabel (Fo = 22,20  > Ft  = 3,92)  ini berarti  hipotesis nol ketiga ditolak. Dengan demikian hipotesis penelitian yang menyatakan, bahwa ada interaksi antara Teknik Pembelajaran dan kemampuan penalaran terhadap hasil belajar siswa berupa penguasa-an keterampilan proses teruji kebenarannya.

            Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat interaksi antara teknik pembelajaran dengan kemampuan penalaran siswa yang memberikan perbedaan pengaruh terhadap hasil belajar berupa keterampilan proses IPA siswa. Dengan terbuktinya secara signifikan interaksi tersebut, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Uji Scheffé.

            Hasil perhitungan uji lanjut analisis varian dengan menggunakan teknik Scheffé untuk kelompok yang dibandingkan, disajikan pada tabel 3.

  

Tabel 3. Hasil Uji Lanjut Analisis Varians dengan Teknik Scheffe

Perbandingan

Rerata Kelompok

F  hitung

1 dengan 2

2,28 ns

3 dengan 4

28,76*

7 dengan 8

12,76*

 Catatan alfa = 5% Keterangan: 

1 = Kelompok siswa berkemampuan penalaran operasi formal yang belajar IPA dengan teknik pembelajaran kreatif-divergen
2 = Kelompok siswa berkemampuan penalaran operasi formal yang belajar IPA dengan teknik pembelajaran aktif-konvergen
3 = Kelompok siswa berkemampuan penalaran operasi konkrit yang belajar IPA dengan teknik pembelajaran kreatif-divergen
4 = Kelompok siswa berkemampuan penalaran operasi konkrit yang belajar IPA dengan teknik pembelajaran aktif-konvergen
7 = Kelompok siswa yang belajar IPA dengan teknik pembelajaran kreatif-divergen secara keseluruhan
8 = Kelompok siswa yang belajar IPA dengan teknik pembelajaran kreatif-divergen secara keseluruhan

Perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang diajar dengan teknik kreatif-divergen dan teknik aktif-konvergen untuk kelompok siswa berpenalaran formal

            Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa harga F-hitung untuk perbandingan antara kelompok siswa berkemampuan penalaran operasi formal yang belajar IPA dengan teknik pembelajaran kreatif-divergen dan aktif-konvergen lebih kecil dibandingkan F-tabel ( Fo = 2,28 < F’ = 8,84 ). Dengan demikian, Ho diterima yaitu bahwa untuk siswa berpenalaran formal tidak ada perbedaan pengaruh antara mereka yang diajar dengan teknik pembelajaran kreatif-divergen dan aktif-konvergen. Hal ini memberikan arti bahwa hasil belajar IPA kelompok  siswa berkemampuan penalaran tingkat formal yang belajar dengan teknik kreatif-divergen (Kel.1) sama dengan kelompok siswa berkemampuan penalaran tingkat formal yang belajar dengan teknik aktif-konvergen (Kel. 2).

 Perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang diajar dengan teknik kreatif-divergen dan teknik aktif-konvergen untuk kelompok siswa berpenalaran konkrit.

            Berdasarkan hasil uji lanjut dengan cara Scheffe di atas terlihat bahwa harga F-hitung untuk perbandingan antara kelompok siswa berke-mampuan penalaran operasi konkrit yang belajar IPA dengan teknik pem-belajaran kreatif-divergen dan aktif-konvergen lebih besar dibandingkan F-tabel ( Fo = 28,76 > F’ = 8,84 ). Dengan demikian, Ho ditolak dan menerima H1 yaitu bahwa untuk siswa berpenalaran  konkrit, pengaruh teknik pembelajaran kreativ-divergen lebih tinggi secara signifikan daripada teknik pembelajaran aktif-konvergen. Hal ini memberikan arti bahwa hasil belajar kelompok  siswa berkemam-puan penalaran tingkat kongkrit yang belajar dengan teknik kreatif-divergen   ( Kel. 3), berbeda secara signifikan dengan siswa berkemampuan pena-laran tingkat kongkrit yang belajar dengan teknik aktif-konvergen (Kel.4). Rata-rata hasil belajar kelompok siswa berkemampuan penalaran tingkat kongkrit yang belajar dengan teknik kreatif-divergen (  = 29,39) lebih baik daripada kelompok siswa berkemampuan penalaran tingkat kongkrit yang belajar dengan teknik aktif-konvergen (  = 24,33 ).

Pembahasan

            Hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian ini memberikan manfaat bagi pelaksanaan pengembangan pembelajaran IPA untuk menumbuhkembangkan keterampilan proses. Ada beberapa aspek yang dibahas berkaitan dengan hasil penelitian.

            Pertama, perancangan dan pengembangan  pembelajaran  IPA harus sampai pada tingkatan yang dapat menjamin terjadinya proses belajar mengajar yang dapat meningkatkan minat dan kemampuan siswa, sesuai dengan karakteristik siswa. Agar dapat mencapai maksud tersebut proses perancangan harus dilakukan secara berencana dan sistematis. Rancangan pembelajaran IPA yang bertujuan mengembangkan keterampilan proses siswa, harus berorientasi dan dirancang berdasarkan keterampilan berpikir ilmiah. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam merancang pembelajaran IPA yang mengembangkan keteram-pilan proses adalah: a) mengidentifikasi sifat-sifat keterampilan proses yang akan diajarkan, b) merencanakan pembelajaran keterampilan proses,  c) menyediakan media atau alat yang dibutuhkan  dan d) mengintegrasikan pembelajaran keterampilan proses dengan materi IPA.

            Dari keempat langkah tersebut di atas, langkah pertama adalah langkah terpenting yang sering terlupakan oleh guru. Kegiatan mengidentifikasikan sifat-sifat keterampilan proses yang akan diajarkan adalah kegiatan yang menentukan langkah selanjutnya, yang pada akhirnya menentukan hasil yang akan diperoleh.

            Kegiatan mengidentifikasikan sifat-sifat keterampilan proses yang akan diajarkan, diawali dengan memilih keterampilan proses yang akan diajarkan,  menentukan apa yang “dibutuhkan” untuk menguasai beberapa keterampilan proses yang akan diajarkan, kemudian melakukan analisis reflektif terhadap sifat-sifat keterampilan proses yang akan diajarkan, dan akhir kegiatan ini menentukan sifat kunci dari keterampilan proses yang akan diajarkan tersebut.

            Temuan yang menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara teknik pembelajaran dan kemampuan penalaran siswa membawa implikasi bah-wa dalam pengembangkan pembelajaran IPA, faktor karateristik siswa harus menjadi pijakan pengembangan. Pembelajaran bukan hanya mentransfer konsep. Sejak lahir siswa telah berinteraksi dengan lingkungan dan alam sekitar, sehingga pada dirinya telah terbentuk berbagai persepsi tentang berbagai hal. Pembelajaran IPA harus dimulai dari persepsi siswa menuju kepada pembentukan konsep, prinsip, dan teori yang benar menurut IPA.

            Sesuai dengan perkembangan penalaran dan mental manusia, maka teknik pembelajaran IPA harus beroperasi dan berjenjang. Ada tiga tahapan yang diajukan, yakni tahap fenomenologis pada usia muda, tahap analitis pada usia remaja akhir dan awal dewasa, dan ketiga tahap abstraksi pada usia dewasa.

            Pembelajaran IPA sebaiknya diawali dengan penyajian fenomenologis dari gejala alam yang menimbulkan gairah rasa ingin tahu. Penyajian ini dapat melalui peragaan atau pengamatan kejadian alam seharihari. Kegiatan semacam ini dalam pendidikan ilmu pengetahuan alam sering dinamakan “discrepant events” atau “puzzlers and problems”.

             Berbeda dengan penyajian fenomenologis dimana gejala fisika ditanggapi secara induktif, maka pembelajaran IPA pada tahap analitik menuntut tanggapan yang aktif, kritis, deduktif, dan analitik. Pembelajaran IPA pada tahap analitik misalnya dilaksanakan dengan praktikum-praktikum dengan media lembar kerja siswa (LKS), disamping dengan membahas soal-soal atau pemahaman-pemahaman.

            Tahap ketiga dalam pembela-jaran IPA adalah tahap abstraksi yang berkaitan dengan kemampuan penalaran seseorang. Tahap ini hanya mungkin diterapkan setelah peserta didik mempunyai cukup kemampuan analitik dalam menelaah gejala alam. Dalam tahap abstraksi, orang menciptakan model untuk menerangkan gejala fisis yang dihadapinya, dan selanjutnya model ini diterjemahkan pada konsep abstrak yang diuji kebenarannya dengan suatu eksperimen yang direncanakan secara logis dan sistematis.

            Kedua, peranan guru dalam pembelajaran IPA harus dikembangkan bahkan ada kebiasaan guru yang harus dirubah. Guru hendaknya mengusahakan suatu lingkungan belajar sesuai dengan perkembangan mental dan penalaran siswa. Sehubungan dengan itu guru hendaknya lebih berfungsi sebagai fasilitator belajar daripada sebagai instruktor (pengajar) atau director (pengarah) yang menentukan segalanya.

            Guru harus lebih banyak memberikan tantangan daripada tekanan. Tantangan memberikan siswa kesempatan memperoleh kepercayaan terhadap kemampuan-kemampuannya untuk berpikir, menganalisa, dan bertindak. Cara yang termudah agar siswa merasa tertantang adalah dengan mengajukan pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya siswa akan berlatih menyampaikan gagasan, dan memberikan respon yang relevan terhadap suatu masalah yang dimunculkan.

            Guru lebih memperhatikan pro-ses IPA daripada produk IPA. Pembelajar IPA yang utuh adalah pembelajaran IPA yang mencakup tiga hakikat IPA, yaitu produk, proses, dan nilai (sikap). Ketiga aspek IPA itu dikembangkan dengan mempertimbangkan keseimbangan segi-segi teoritis dan praktis. Konsep, teori, dan hukum seharusnya tidak diajarkan pada siswa sebagai suatu pengeta-huan yang sudah jadi, melaikan perlu selalu diusahakan agar para siswa juga belajar bagaimana mendapat pengetahuan itu.

            Guru hendaknya dapat menciptakan suasana di dalam kelas yang menunjang rasa harga diri siswa, sehingga merasa aman dan berani mengambil resiko dalam menentukan pendapat dan keputusannya.

            Ketiga, sistem evaluasi pembe-lajaran IPA. Aspek terpenting yang berkaitan dengan teknik pembelajaran IPA adalah sistem evaluasi yang digunakan. Sistem evaluasi yang dilakukan guru sangat menentukan pola belajar siswa. Jika dalam evaluasi yang ditanyakan hanya hapalan, jangan mengharapkan bahwa siswa akan mempelajari di luar hapalan. Jika guru tak pernah mengevaluasi kemampuan keterampilan proses, wajar mereka enggan atau tak suka mempelajari atau melakukannya. Jika evaluasi pembelajaran IPA selalu berupa soal-soal yang mengutamakan perhitungan matematik, maka wajar mereka tertarik belajar soal-soal dan penyelesaiannya, tanpa belajar memahami konsepnya lebih dulu.

            Sistem evaluasi yang ada sekarang perlu dikembangkan sesuai dengan teknik pembelajaran yang selaras dengan tujuan pendidikan IPA itu sendiri. Pengembangan pertama yang terpenting adalah bahwa evaluasi pembelajaran IPA tidak cukup hanya mengevaluasi aspek produk IPA yang berupa pemahaman ter-hadap konsep, prinsip, teori, dan hukum IPA saja. Evaluasi pem-belajaran IPA hendaknya mencakup ketiga aspek yang ada pada IPA yaitu produk, proses, dan sikap.

  SIMPULAN DAN SARAN 

Simpulan

          Berdasarkan perolehan data, pengujian hipotesis, dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulan sebagai berikut: (1) Teknik pembelajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar IPA di SLTP N 9 Tasikmalaya pada penelitian ini, mempengaruhi hasil belajar yang berupa penguasaan keterampilan proses. Penerapan teknik pembelajaran kreatif-divergen memberikan hasil belajar IPA lebih tinggi, dibandingkan dengan penerapan teknik pembelajaran aktif-konvergen.  (2) Terdapat interaksi antara teknik pembelajaran dan kemampuan penalaran  siswa yang memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar IPA berupa keterampilan proses. (3) Hasil analisis data menunjukkan bahwa, bagi siswa berpenalaran operasi formal, teknik pembelajaran kreatif-divergen menghasilkan perolehan belajar IPA yang sama dengan teknik pembelajaran aktif-konvergen. (4) Bagi siswa Bagi siswa berpenalaran operasi konkrit, teknik pembelajaran kreatif-divergen menghasilkan perolehan belajar yang lebih baik daripada teknik pembelajaran aktif.

Saran            Berdasarkan hasil temuan, pembahasan, dan keterbatasan yang ada pada penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

            Pertama,  saran pada guru. Para guru SLTP disarankan melakukan pengembangan berpikir kreatif (divergen) bagi siswa-siswanya, baik berupa program khusus yang terpisah dengan mata pelajaran, maupun terintegrasi dengan setiap mata pelajaran.  Program khusus yang terpisah dengan mata pelajaran dapat berupa bagian dari kegiatan ekstrakurikuler yang telah ada, atau merupakan salah satu kegiatan ekstrakurikuler baru yang sengaja diselenggarakan. Program kegiatan pengembangan berpikir kreatif berupa bagian dari kegiatan ekstrakurikurel misalnya menyatu dengan kegiatan pramuka, atau PMR (Palang Merah Remaja).  Pengembangan berpikir kreatif dapat pula berupa kegiatan ekstra-kurikurel tersendiri, misalnya berupa forum diskusi, forum curah pendapat, atau latihan kepemimpinan.  Jika pihak sekolah belum siap untuk melakukan kegiatan pengembangan berpikir kreatif secara terpisah, maka minimum para guru melakukannya pada mata pelajaran yang diampunya masing-masing. Para guru IPA mempunyai kewajiban untuk mempeloporinya.

            Berkaitan dengan tujuan pengembangan berpikir kreatif para guru disarankan mulai melakukan perubahan sikap dan pandangan pada siswa. Guru perlu bertindak sebagai fasilitator daripada sebagai pengarah atau instruktor. Guru perlu memandang siswa sebagai individu yang mempunyai otonomi berpikir sendiri, berhak berpendapat, menyampaikan ide, bahkan menolak ide guru.

            Dalam menunjang berkembangnya berpikir kreatif bentuk evaluasi yang digunakan guru tidak boleh selalu dan hanya bentuk tes pilihan ganda. Bentuk tes harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Evaluasi tidak hanya diperlakukan sebagai penilaian, namun harus lebih berfungsi sebagai umpan balik terhadap perbaikan dan penyempurnaan kemampuan sisiwa.

            Kedua, saran untuk para ahli dan peneliti pendidikan IPA

            Hasil penelitian yang memberikan indikasi bahwa latihan berpikir divergen mempunyai pengaruh terhadap penguasaan keterampilan proses siswa, dapat dijadikan informasi empirik guna melakukan inovasi baru dalam pengembangan pembelajaran IPA. Para ahli pendidikan IPA disa-rankan mendesain dan mengembangkan pembelajaran IPA yang khusus mengembangkan keterampilan berpikir divergen.

            Berpijak dari hasil penelitian yang diperoleh, dan keterbatasan yang ada pada penelitian ini, maka penelitian lanjut yang disarankan pada peneliti pendidikan IPA adalah dilakukannya reflikasi penelitian dengan subyek penelitian tidak hanya siswa SLTP, tetapi juga dengan siswa SMU. Hal ini dilakukan guna meneliti perbedaan nyata pengaruh kemam-puan penalaran operasi konkrit dan formal terhadap penguasaan keterampilan proses.

   
DAFTAR PUSTAKA Dahar, Ratna Wilis. (1989). Teori belajar.  Jakarta: Erlangga. Nur, Mohamad. (1991). Pengadaptasian Test Of Logical Thinking (TOLT) dalam seting Indonesia. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian IKIP Surabaya. 1991.Semiawan, Conny. (1992). Pengembangan kurikulum berdiferensiasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.Semiawan, Conny. (1987). Memupuk bakat dan kreativitas siswa sekolah menengah  Jakarta: PT Gramedia.Semiawan, Conny. (1996). Perspektif pendidikan anak berbakat. Jakarta Dikti Depdikbud, Proyek Pendidikan Tenaga Guru.Sudjana. (1989). Metoda statistika. Bandung: Tarsito.

Sudjana. (1994). Desain dan analisis eksperi-men. Bandung.

  


 

5 responses to “Penelitian Kuantitatif

  1. Kerdid Simbolon

    Bagi saya penelitian saudara ini sangat berarti dan menolong, terima kasih. Jika berkenan kami memohon instrumen penalaranannya bisa kami dapat, thank you, salam hormat !

  2. Ismaliah,S.Pd.I

    treima kasih……bagi saya penelitian saduara sangat bermanfaat untuk perbandingan tesis saya.

  3. Bagus
    Pak tolong saya dikirimi soal test penalaran formal yang bapak pakai
    Saya sedang peneliitian dengan topik tentang penalaran formal dengan dikombinasi dengan beberapa model pembelajaran

  4. silahkan bapak menguhungi pengarangnya langsung pak ahmad sopyan

  5. pak makasih buanyak akhirnya tugas saya selesai juga berkat sample bapak, kapan-kapan akan aku kaji lagi, semoga sukses da da bapak…..