Menengok “Isi Hati” Om Jay (Resensi)
Oleh: Ajun Pujang Anom
Judul : Menulislah Setiap Hari dan Buktikan Apa yang Terjadi
Pengarang : Wijaya Kusumah, S.Pd., M.Pd.
Editor : Yuan Acitra, SE.
Penerbit : PT. Indeks Permata Puri Media
Tahun Terbit : 2012
Tebal Buku : 302 halaman
ISBN : 979-062-339-9
Sebenarnya ketika membaca buku ini, disadari atau tidak, pembaca akan memasuki “area pribadi” dari sang pengarang. Meskipun secara kasat mata, penulis membeberkan tentang bagaimana pengalaman menjadi menulis. Namun di sisi lainnya, seakan sedang menyiarkan siapa beliau sebenarnya. Jadi bisa dikatakan buku ini adalah semacam purwarupa dari sebuah otobiografi beliaunya.
Ini bisa dilihat dari tulisan awal dari buku ini yang berjudul, “Menulislah Setiap Hari dan Buktikan Apa yang Terjadi”, yang sekaligus menjadi judul buku ini. Paragraf pertama menyodorkan tentang pengalaman beliaunya sejak memiliki blog. Dengan adanya blog tersebut, beliau membuat komitmen untuk menulis setiap harinya. Jika tidak menulis sehari, seakan ada yang kurang atau hilang. Paragraf berikutnya disambung dengan kegiatan membaca. Membaca dilakukannya terlebih dahulu, sebelum melakukan aktivitas tulis-menulis.
Dilanjutkan ke judul selanjutnya, tentang upaya memaksimalkan potensi yang ada. Sebagai penulis, harus peka terhadap keadaan sekelilingnya. Apapun yang nampak maupun yang bisa dirasakan menjadi bahan tulisan. Lihat poster, jadi tulisan. Dengar curhat, jadi tulisan. Inillah hal yang kedua yang beliau mau sampaikan. Setelah hal di atas, yaitu dengan membaca akan memunculkan gagasan. Kalau mau disitir, pesannya seperti ini, “Dengan banyak membaca akan banyak wawasan keilmuan yang kita dapatkan. Kita seakan berkeliling dunia dan menjadi pintar karena lahap membaca. Lahap membaca akan membuat Anda menjadi gemuk menulis.”
Membaca sudah, peka lingkungan sudah, lantas apalagi yang diperlukan bila ingin menjadi penulis? Om Jay mengisyaratkan pentingnya melakukan proses deep reading. Apa itu deep reading? Deep reading yaitu sebuah proses dimana penulis melakukan membaca secara mendalam. Tanpa melakukan itu, tulisan akan menjadi hambar. Oleh sebab itu diperlukan adanya kreativitas dari seorang penulis itu sendiri. Dengan adanya kreativitas, tulisan yang tersaji renyah untuk dinikmati.
Sesudah bisa melakukannya berangkatlah ke tahap berikutnya, yaitu membuat buku. Dalam membuat buku harus mempunyai perencanaan sekaligus membuat survei. Untuk apa membuat survei? Agar dapat melihat sejauhmana penerimaan pasar terhadap buku yang akan kita lempar. Maknanya ini juga tentang kejelasan akan market-share.
Mungkin pembaca yang tak sabaran, akan mengira artikel keenam yang berjudul “Ketika Penulis Bertemu dengan Pembaca Setianya”, adalah tulisan terakhir. Dan menganggap tulisan berikutnya hanya sekedar flashback dari tulisan sebelumnya. Berputar-putar pada wilayah yang sama. Benarkah demikian? Mari kita cek bersama. Artikel keenam ini, diapit oleh judul yang agak mirip. Sehingga mudah bagi orang yang apatis untuk menilai, “Ih, ini sih cuma permainan kata-kata. Intinya sama saja.” Biar sama-sama tahu, kita lihat judulnya. Yang di atas, berjudul “Cara Mudah Menulis Buku (New Version)” dan yang bawah, berjudul “Cara Baru Menulis Efektif (New Version)”. Apakah cukup ini saja? Tentu tidak, masih ada yang lain. Apakah ini sebuah trik dari Om Jay, untuk mengetes seberapa tekun orang untuk membaca bukunya? Sebab buku ini terdiri dari 302 halaman. Bagi yang tak terbiasa membaca, ini hal yang membuat bosan dan cepat menjadi lelap. Termasuk pula, mengapa ada tulisan new version? Apa maksudnya? Bagi pembaca yang kritis tentu akan bertanya-tanya, karena ini adalah cetakan yang pertama. Jika ini dianggap revisi, mana tulisan yang asli? Dan lagi-lagi, ini mungkin trik beliaunya, agar pembaca terus terpompa untuk membeli dan membaca buku-buku beliaunya. Apakah ini salah? Tidak. Salah satu kehebatan sebuah buku adalah, ketika dia berhasil membuat penasaran para penikmatnya. Dan ketagihan untuk mengikuti sekuelnya.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.