Menanggapi status pak Purwanto Hadi,
Bismillahirahmanirrahim, semoga terhindar dari niat yang tidak baik.
Aamin, omjay pun berharap begitu dan berserah diri kepada Allah.
Coretan ini sekedar menanggapi pernyataan-pernyataan pihak lain yang merasa ‘paling tahu’ tentang Permendikbud No. 68 Tahun 2014 dan Permendikbud No. 45 Tahun 2015, yang kesemuanya adalah regulasi tentang TIK dan Guru TIK dalam implementasi Kurikulum 2013. Karena ‘ketahuannya’ tentang permen tersebut, sehingga sampai-sampai menjustifikasi bahwa permen tersebut salah dan bertentangan dengan hukum.
Permendikbud itu sangat jelas bertentangan dengan uu guru dan dosen khususnya tugas guru (coba dibaca lagi uu guru dan dosen nomor 14 tahun 2005). Bagi kawan-kawan yang paham dan sdh baca pasti akan tahu tugas guru, salah satunya adalah menilai dan mengevaluasi peserta didik. Kemudian di pp 74 ttg guru juga dijelaskan hanya ada 3 jenis guru yaitu guru kelas, guru matpel dan guru bk.
Sekedar mengingatkan diri saya sendiri agar tidak tergelincir, berikut kutipan KH. Mustofa Bisri, ulama rendah hati dari Rembang, Jateng yang saya dengarkan ketika beliau diundang Mata Najwa disebuah stasiun TV swasta beberapa waktu lalu.
“Janganlah kamu merasa paling benar, terlebih menghakimi orang lain yang berbeda dengan kamu sebagai salah, dosa, dan sesat.
Justu pak purwanto sendiri yang aggap dirinya paling benar (jadi agak sulit bagi dirinya menerima masukan orang lain). Gajah di seberang lautan tampak, tapi semut di depan matanya tdk kelihatan, hehehe (Kebalik ya?) Gajah di depan mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak.
Hidup ini sebuah perjalanan, proses panjang. Tidak ada jaminan bagi kamu akan finish ditempat yang benar, sedemikian pula tidak ada jaminan bagi mereka yang kamu anggap salah akan finish ditempat yang salah. Jadi cukup yakini apa yang kamu anggap benar, dan perjuangkan. Itu sudah lebih dari cukup”.
Masalah kematian sudah diatur oleh Allah, semoga kita mati dalam keadaan yang baik. Kebenaran hanya milik Allah, pembenaran hanya milik manusia yang mau menang sendiri. Saya melihat ada kesalahan pak purwanto yang justru sangat merugikan perjuangan guru tik di indonesia.
Sebagaimana kita ketahui dengan diberlakukannya Kurikulum 2013 dan tidak adanya mapel TIK dalam strukturnya, maka harus segera dicarikan solusi untuk TIK itu sendiri dan untuk Guru TIK tentunya. Pada dasarnya TIK dan Guru TIK bagaikan dua sisi mata uang yang tidak mungkin dipisahkan dalam merumuskan solusinya. Kejelasan ‘nasib’ ini sangat dinanti + 30 ribu guru TIK di Indonesia.
Solusi yang tepat adalah guru tik dan kkpi harus bersatu untuk kembalikan matpel tik dan kkpi pada tempatnya kembali. Ikut menghilangkan matpel tik dalam k13 dan menerima bimbingan tik yg dibuatnya sendiri sama saja dengan menghianati perjuangan. (Coba tonton video yg disampaikan oleh ibu unifah. TIK tidak bisa dijadikan bimbingan, karena guru tik bukan guru bimbingan). Bagi kawan yang belum nonton videonya bisa minta ke aki3.
Permendikbud No. 68, lahir dari sebuah kondisi tersebut. Sebagai orang awam, saya tidak berkemampuan untuk mengatakan bahwa permen tersebut baik, buruk, cukup atau kurang. Yang saya tahu dengan keluarnya permen tersebut, patut kita syukuri karena sudah mampu menjawab sebagian permasalahan guru TIK, dengan mengubah peran guru TIK/KKPI dari guru mapel menjadi Guru TIK. Walaupun permendikbud 68, belum berpihak kepada guru TIK yang berkualifikasi non TIK karena hanya memberi ‘nafas’ kepadanya hingga 31 Desember 2016 saja, namun saya tetap berpikir positif dan berprasangka baik. Saya yakin akan ada penyempurnaannya. Dan terbukti keluarlah Permendikbud 45, yang sudah mengakomodir guru TIK bersertifikat pendidik TIK/KKPI untuk tetap berperan sebagai Guru TIK.
Begitulah cara orang awan berpikir, karena yang dipikirnya hanya dirinya sendiri dan bukan untuk anak bangsa. Pikirannya hanya untuk sertifikasi dan bukan untuk anak negeri. Beginilah orang yang bermental pecundang. Hanya memikirkan dirinya saja. Peran sebagai guru tik sangat berbeda dengan peran sebagai guru mata pelajaran tik. Pada akhirnya yg jadi korban bukan hanya guru mata pelajaran tik dan kkpi, tapi juga anak negeri yg kehilangan hak untuk belajar tik. Mereka seharusnya mendapatkan hak untuk belajar tik. tapi karena bapak awam, akhirnya mereka ikut jadi korban. Kalau permen itu baik dan cck pasti tdk akan menimbulkan gejolak di masyarakat. Apalagi guru tik dan kkpi sampai saat ini terus berjuang utk kembalikan matpelnya yg hilang. bukan hanya sekedar sertifikasinya yg hilang.
Saya pasti akan dikritik, sebagai hanya mementingkan diri sendiri (baca, Guru TIK) karena hanya berpikir bagaimana menyelamatkan guru TIK-nya, bahkan ada yang lebih ekstrim mengatakan hanya menyelamatkan sertifikasinya. Tidak memikirkan bagaimana nasib siswanya, yang kata mereka tidak mendapatkan pembelajaran TIK secara masif dan terstruktur. Untuk kalimat terakhir itu saya no comment, hanya ingin saya sampaikan kepada kawan semua bahwa saat membaca itu saya tertawa, mereka itu tidak tahu, tidak paham atau kura-kura main saham. Atau saya yang salah membaca permendikbudnya, he.. he.. maklum orang awam dari kampung. Yang benar adalah setelah guru TIK nya selamat, mari bersama-sama kita benahi kekurangannya, kita baharukan kontennya, agar peserta didik tetap mendapatkan pembelajaran TIK yang cukup, secara kualitas maupun kuantitas. Jadi peserta didik tetap yang utama. Jangan dulu apriori.
Jelas banget anda mendapatkan kritik yg keras dari kawan-kawan guru TIK krn anda telah menghianati perjuangan mengembalikan mata pelajaran tik dalam kurikulum. Kalau konten atau materi tik jelas belum pernah diperbaiki oleh pusat kurikulum dan itu sdh kita sampaikan. Boro-boro selamat, guru tik malah memiliki masalah baru dan yg menyedihkan banyak guru tik yang masih honor dan belum jadi guru tetap yayasan terpaksa dirumahkan karena matpelnya tidak ada. Bapak purwanto tidak pernah memperhatikan dampaknya secara makro, anda hanya berpikir secara mikro. Bagi anda yag terpenting sertifikat anda selamat dan persoalan linieritas tdk dipersoalkan. Anda tidak paham dan mungkin tdk lagi mengajar di kelas. Materi TIK semakin tidak sistematik dan terstruktur dengan baik. Anda ingin peserta didik yg utama, tapai kenyataannya justru peserta didik yang menjadi korbannya.Bagi yg tdk sepaham dgn anda dianggap apriori, padahal kami ingin meluruskan pikiran anda yg sesat.
Saya adalah orang yang realistis, meminjam istilah yang sering disampaikan pramugari kepada penumpang. Jika terjadi gangguan oksigen, maka kenakan masker anda dulu baru menolong yang lain (termasuk anak-anak). Ekstrimnya untuk bisa menolong siswa, nasib guru TIK harus jelas lebih dulu. Menjadi tidak logis kalau guru TIK terancam nasibnya, dan dituntut menjadi pahlawan bagi siswanya. Kecuali guru TIK hebat, yang sampai-sampai siap berjuang hingga titik darah penghabisan, berkabung nyawa (ah, tenane …??). Jujur saya belum sanggup menjadi guru TIK selevel itu.
Pantesan, anda bukan guru hebat dan tdk cocok untuk menjadi pemimpin guru tik (terus terang omjay menyesal mengusulkan anda jadi wakil ketua pada waktu itu). Persoalan tik tdk bisa disamakan dengan penumpang pesawat yg memerlukan oksigen. Persoalan kita adalah bagaimana materi tik bisa diajarkan kepada siswa indonesia sebagai mata pelajaran lagi. Sebab sampai saat ini belum dtemukan dokumen atau naskah akademik tik hilangnya matpel tik dan masuknya prakarya. Alasan kemdikbud selalu berubah-ubah dan hanya sekedar melakukan pembenaran dari kesalahan regulasi.
Dari + 30 ribuan guru TIK di Indonesia, menurut narasumber pada sebuah seminar di UPI Bandung beberapa waktu lalu, hanya sekitar 11% saja yang kualifikasi akademiknya bidang TIK, sisanya gado-gado. He.. he.. seperti saya Guru Sejarah. Itu artinya sekitar 27 ribuan guru TIK terancam banting setir, karena disaat bersamaan, keluar surat edaran dari Kemdikbud bahwa guru TIK KKPI yang kualifikasinya non TIK harus menempuh sertifikasi kedua sesuai kualifikasinya. Syukurlah, edaran itu tidak berjalan optimal. Terlebih tidak terlalu lama, keluarlah Permendikbud 45, yang nafasnya adalah ‘menyelamatkan’ guru TIK gado-gado.
Masalah linieritas bukan masalah guru tik saja, guru matpel lain juga mengalaminya. apalagi guru matpel prakarya saat ini. guru guru di sd banyak yg tdk linier dan kita semua akan kekurangan guru sd. tapi kalau anda baca, syarat jadi guru minimal s1 dan sampai saat ini masih seperti itu. Linieritas sdh tak menjadi masalah lagi bila anda sdh sertifikasi krn anda telah memiliki sertifikat sebagai tenaga pengajar profesional di bidang matpel tik dan dikelaurkan secara sah oleh perguruan tinggi yang ditunjuk oleh pemerintah.
Jadi menurut saya, untuk saat ini dua permen tersebut sudah ‘cukup’ mampu menjadi solusi bagi TIK dan guru TIK di Indonesia. Walaupun masih ada sisi lemahnya, terutama dari sisi implementasi. Ini yang perlu segera diatasi oleh Kemdikbud. Saya sangat mengapresiasi MGMP TIK di beberapa daerah yang secara mandiri mengadakan sosialiasasi dan pelatihan. Bukan malah di-bully habis-habisan. Bahkan melihat comment-comment-nya yang kasar, membuat saya prihatin.
Kalau anda punya rasa empati, mereka seperti itu karena merasa dihianati kawan sendiri yg tdk komitmen dgn perjuangan awal. Saya rasa wajar kalau mereka menjadi seperti itu. Tak ada asap tanpa api, jadi kalau pak purwanto ingat dgn tulisan bapak terdahulu dan terdokumentasi dengan baik maka bapak akan malu dengan sendirinya. Bagaimana mungkin seseorang itu bisa berubah ketika mendapatkan kekuasaan dan proyek k13? Anda guru tik? Goggle dengan cepat bisa melihat apa yg sdh anda tuliskan dan sebagai seorang kawan, omjay prihatin karena anda sdh dianggap oleh kawan-kawan guru tik sebagai penghianat dan pecundang.
Guru seyogyanya memahami etika bersosmed, terlebih guru TIK.
Setahu saya keluarnya sebuah regulasi (produk hukum) sudah barang tentu melalui berbagai kajian, pertimbangan dan masukan-masukan. Instansi sebesar Kemendikbud tentu mempunyai Biro Hukum, sebagai sebuah wadah penggodokan semua regulasi yang dikeluarkan. Jadi kalau ada pihak yang mengatakan bahwa permendikbud 68 tahun 2014 dan permendikbud 45 tahun 2015 adalah “BERTENTANGAN” dengan produk hukum lain, itu sama saja menuding Biro Hukum Kemdikbud ceroboh dan tidak cermat. Kalau yakin dengan tudingannya, kenapa tidak lakukan judicial review saja ke Mahkahah Konstitusi? Itu cara cerdas dan elegan daripada sekedar mengolok-olok di medsos. He… he… seperti ayam jago teriak di kandang sendiri. Bahkan ada pihak-pihak tertentu yang membully sekelompok guru TIK yang ber-mazhab Bimbingan TIK. He… he… mazhab, maaf pinjam istilah sampeyan ya. Dari istilah saja, itu jelas tidak dikenal. Tidak ada madzab2an di antara guru TIK. Guru TIK mempunyai independensi dan kompetensi untuk menjalankan program kerjanya sesuai regulasi yang berlaku.
Jelas kami akan ke MK, dan kami sedang mengumpulkan data dan faktanya. Guru-guru pecundang seperti andalah yg membuat perjuangan ini menjadi lemah karena anda menyerah sebelum berperang. Anda sdh kalah ketika tahu sertifikasi anda lancar. Anda Kurang membaca uu guru dan dosen serta pp 74 ttg guru. Bahkan dalam pertemuan di puskurbuk yg baru lalu, telah ditemukan antar permen saling bertabrakan dan sdg dicari solusinya. Permendikbud bukan kitab suci, kalau kita melihat ada kesalahan maka kita wajib untuk mengkritisinya supaya dunia pendidikan kita semakin baik. Bukan justru malah melagalkannya.
Kenapa mengolok-olok mereka yang melaksanakan regulasi tersebut? Apa salah mereka? Kenapa tidak langsung tembak Kemdikbud sebagai pihak yang mengeluarkan? Jika sampeyan berani lakukan itu, saya akan apresiasi setinggi-tingginya, dan bernadzar akan menulis artikel sekali lagi tentang itu. Tapi jika sampeyan hanya berani mengolok-ngolok sesama guru TIK, maka sampeyan tidak lebih dari pecundang yang sesungguhnya.
Lagi-lagi anda salah. Kami langsung menembak ke kemdikbud dan itu terus kami lakukan. Kami terus lakukan itu semenjak anies baswedan jadi mendikbud, anda bisa lihat di youtube. bahkan dgn mendikbud barupun demikian. Tapi kami gagal paham karena anda justru melegalkan permen 68 dan 45 yg sdh sangat jelas bertentangan dengan uu yg berlaku, dan tdk sesuai dengan sejarah perjuangan guru tik. anda mengaku sebagai guru sejarah, tapi anda tak tahu sejarah perjuangan guru tik. Semua itu terdokumentasi di youtube dan google. Jadi publik bisa melihat siapa yg sesungguhnya pejuang sejati dan siapa yang pecundang dan mendompleng perjuangan guru tik untuk dirinya sendiri.
Ada salah satu comment dari seseorang, bunyinya begini. “So, yg diundang tuk ikut sosialisasi, jika terpaksa hadir karna tugas dinas…. Ajak aja debat tuh bahannya cukup tuk membuat mereka yg bermazhab bimtik… KO..”
saya pikir wajar dan bahan-bahannya utk debat sdh ada. dalam etika berdemokrasi lawan berdebat adalah teman berpikir. Kita bisa saling salaman kembali setelah debat. Hal yang penting adalah kebulatan tekad untuk kembalikan tik sebagai mata pelajaran lagi. Fokus kami di sana dan tdk melebar kemana-mana.
Ada yang menggelitik saya dari statemen itu, seolah-olah paling tahu, paling benar dan paling pintar. Dan bernada merendahkan kemampuan pihak lain. Hem, memang teramat pintar dan sombong itu beda-beda tipis kayaknya.
Anda tdk jauh beda dengan mereka, pada akhirnya anda menjadi org yg lebih sombong dari mereka pak purwanto hadi. Ingat sewaktu di balikpapan. Saya lebih banyak diam karena saya tdk pernah menyangka kalau perjuangan kita sdh dihianati kawan sendiri. Berpikir positif untuk kemajuan bangsa. Uang yag saya dapat dari balikpapan saya gurnakan untuk seminar nasional di kemdikbud dan anda bisa lihat hasilnya di media televisi dan terdokumentasi dgn baik di youtube dan google. Anda memang pintar tapi pintar keblinger dan saya menjadi maklum karena anda orang awam seperti yg anda sampaikan dalam tulisan ini.
Baiklah, akhir tulisan saya ini mari kita sama-sama legawa, rendah hati, menghargai perbedaan pendapat, saling mengapresiasi. Buang jauh-jauh ego sektoral, merasa paling benar dan mengaggap pihak lain yang salah.
Akhirnya, mohon maaf apabila tidak berkenan.
(Tulisan ini atas nama pribadi, bukan organisasi).
Terima kasih pak purwanto hadir. Semoga ada solusi terbaik buat perjuangan guru tik dan kkpi. Mari kita fokus pada perjuangan awal untuk mengembalikan mata pelajaran tik dan kkpi. Saat diskusi di puskurbuk omjay sangat mengapresiasi pendapat seorang dosen dari upi bandung. Saat ini tik bukan hanya sebagai alat bantu tapi juga sebuah ilmu. Landasan filsafat ilmunya sdh jelas, dan ada perguruan tingginya yang menyiapkan guru tik. Bandingkan dgn prakarya yg gurunya masih gado-gado dgn rasa nano-nano.
(Jawaban Omjay, secara pribadi dan tdk mewakili organisasi manapun)
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.